CEO Notes # 61 – 1 Mei 2019 : Momen Gas Pooll Transformasi di Hari Pekerja

Assalamualaikum wr.wb,

Kita baru saja merayakan Hari Pekerja tanggal 1 Mei yang disusul dengan Hari Pendidikan tanggal 2 Mei 2019.  Walaupun saya di RNI berstatus Pemberi Kerja tetapi sebenarnya saya juga Pekerja di Kementerian BUMN yang sedang bertugas untuk menjadi “pilot” di perusahaan BUMN ini agar terbang dan “landing”-nya nanti  sesuai tujuan meskipun mungkin harus menembus awan Cumulonimbus yang bergulung-gulung…

Mengapa hari-hari ini saya masih menulis tentang transformasi, change atau proses perubahan di PT RNI?

Transformasi yang sudah saya canangkan di RNI tidak bisa sebatas retorika saja. Konsekuensinya saya harus berpacu “full-throttle” atau bahasa kampanyenya “gas pooll”… Apalagi saya berpegang pada kata-kata bijak dari pemimpin besar perubahan dunia yang berasal dari India – Mahatma Gandhi : “You must be the change you wish to see in the world”……Seperti kamulah perubahan yang kamu inginkan di dunia ini.

Satu demi satu proses menuju perubahan itu muncul dan mengantri untuk diselesaikan. Begitu selesai CSPA yang diikuti dengan SPA PT Phapros Tbk sesuai dengan jadwal pada minggu ketiga bulan Maret 2019,  saat itu RNI sudah sampai pada titik “point of no return”. Sudah tidak bisa mundur lagi, tidak bisa balik kanan lagi. Salah satu anak perusahaan RNI yang selama ini termasuk dalam kategori “The Big Five” baik dalam aset, omset maupun profit telah beralih induk untuk menuju “grand design” yang dicanangkan oleh Menteri  BUMN sebagai pemegang saham yaitu Holdingisasi BUMN. Phapros akan berkumpul bersama BUMN sesaudara, sesama bisnis farmasi, yaitu Kimia Farma (yang sekarang menjadi induk barunya), Indo Farma dan mungkin juga Bio Farma yang saya yakin prosesnya ke arah itu juga sedang di-gas pooll saat ini.

3.JPG

Setelah semakin banyak Holding yang dimiliki Kementerian BUMN, tinggallah nanti RNI sendiri yang harus mencari bentuk akan menjadi seperti apa. RNI memang sudah Holding dari lahirnya tetapi bersifat konglomerasi dimana satu pilar usaha dengan pilar usaha lainnya tidak berhubungan misalnya gula atau sawit dengan alat kesehatan atau kulit. Dan yang menjadi persoalan juga semuanya berskala relatif kecil sebagai entitas bisnis yang “stand alone”.  Menjadi tugas berat saya untuk mengidentifikasi pilar bisnis apa yang masih bisa dipertahankan atau dikembangkan sebagai “bendera” RNI di masa depan agar korporasi ini tetap eksis.

Saya mulai melihat bahwa beberapa aset RNI yang terancam terlindas oleh gelombang “disruption” berpotensi menjadi ladang bisnis baru yang sangat menjanjikan. Perkembangan lingkungan terutama karena pembangunan infrastruktur yang juga sedang di “gas pooll” saat ini membuat beberapa aset RNI atau anak perusahaannya menjadi bernilai sangat strategis. Misalnya di wilayah PG Jatitujuh dan PG Subang di Jawa Barat. Pembangunan Pelabuhan Patimban di Pantura Jabar menjadikan PG Subang bertetangga dengan area penyangga pelabuhan yang tentunya akan mempunyai nilai lebih tinggi dari sekedar lahan perkebunan. Beberapa petak kebun HGU di Rayon Manyingsal juga sudah “teriris” oleh jalan tol Cipali yang juga menabrak kebun petani tebu di wilayah PG Sindang laut dan PG Tersana Baru di daerah Mertapada – Cirebon.  Wilayah kerja PG Jatitujuh sekarang bersenggolan dengan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Kertajati – Majalengka. Pasti tidak ada bandara komersial di dunia ini yang kiri kanannya sawah dan kebun tebu. Minimal akan jadi kawasan pergudangan, maksimal bisa jadi Aerocity dengan berbagai sarana yang terintegrasi seperti hunian, hotel, convention, mall, wisata, lapangan golf, entertainment, dsb.

“Disruption” ini tidak hanya melanda RNI saja. BUMN lain seperti PTPN IX yang memiliki pabrik gula sepanjang Pantura Jawa Tengah juga mengalami hal yang sama. Dengan dipayungi sinergi BUMN jadilah  salah satu  pabrik gulanya yaitu PG  Banjaratma disulap rame-rame oleh konsorsium PT PP – Waskita Karya – PTPN IX – Jasa Marga dan RNI, menjadi Rest Area di KM 260 di sisi kiri arah tol Semarang – Jakarta.

asffs.jpg

ssd.jpg

Wajah pabrik gula yang persis terletak di pinggir tol Jakarta -Semarang ini berubah nyaris total. Wajah aslinya tidak dikenali lagi kecuali tongkrongannya yang masih terlihat megah karena maklum bekas pabrik peninggalan Belanda. Atapnya tinggi, dinding betonnya sangat tebal dan ruangan-ruangannya sangat luas. Tetapi penampilannya sudah sangat kinclong. Atap dilapis dengan insulator yang indah dihiasi dengan lampu gantung yang pastinya kalau malam akan sangat bagus. Di dalamnya sudah diisi dengan kios-kios UKM yang berjualan aneka makanan dan souvenir. Kalau nanti lingkungan di sekitarnya sudah lebih lengkap dengan masjid, pom bensin, air mancur dll maka Rest Area ini sangat layak untuk dijadikan destinasi wisata dengan obyek yang “very instagrammable”. Bagi saya yang sudah sering blusukan ke pabrik gula, yang tersisa adalah bangunan bekas “ketel pendem”  atau boiler pipa api yang masih menggunung di tengah gedung yang menunjukkan bahwa bangunan tersebut adalah bekas Pabrik Gula kuno.

31402804_1981194228558000_5118239688292827136_o.jpg

Suatu langkah optimalisasi asset yang sangat menginspirasi. Sebelumnya juga dilakukan atas bekas PG Colomadu di Solo yang dirubah menjadi Concert Hall de Tjolomadoe yang Grand Launching-nya waktu itu menggelar konser David Foster.

Namun untuk menjalankan langkah optimalisasi asset serupa di RNI masih banyak PR yang harus diselesaikan. Salah satunya, saat ini saya sedang fokus untuk menyelesaikan masalah besar yang melekat di lahan PG Jatitjuh terlebih dahulu.

Pabrik Gula Jatitujuh yang diresmikan oleh Presiden Suharto pada tahun 1981 yang didukung dengan areal HGU tebu seluas 12.000 ha waktu itu, semuanya dibangun di atas lahan hutan. Sesuai Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, supaya  luas hutan di Pulau Jawa tidak berkurang atas penggunaan lahan tersebut PG Jatitujuh harus mencari lahan pengganti untuk dihutankan.

Kasus ini sudah tidak hanya berulang tahun tapi berulang abad karena awal kejadiannya adalah tahun 1976 ketika Pemerintah di bawah Presiden Suharto waktu itu dalam rangka memenuhi kebutuhan gula dalam negeri untuk mencapai swasembada memutuskan untuk merubah hutan produksi yang dikelola Perhutani dikonversi menjadi areal tanaman tebu. Jadi kalau dihitung sampai saat ini sudah berjalan 42 tahun lebih. Presiden sudah ganti 5 kali. Kabinet dan Menteri Kehutanan juga mungkin sudah belasan kali berganti, termasuk Dirut yang menangani apalagi sampai GM PG-nya mungkin sudah pada ganti generasi. Namun baru sekarang ini mulai ada langkah yang kongkrit untuk melakukan penggantian. Walaupun upaya memenuhi kewajiban ini sudah sangat gencar di-lakukan tapi baru bisa diperoleh lahan pengganti tahun ini melalui pola sinergi BUMN dengan PTPN VIII.

Tim Gabungan Holding dan PT Rajawali II dengan kecepatan “gas pooll” alhamdulilah bersama PTPN VIII bisa menyiapkan lahan seluas 7800 ha untuk diproses lanjut sebagai lahan pengganti.

DSC_0651.JPG

Memang untuk menyelesaikan masalah ini tidak cukup dengan modal semangat. Perlu kerja keras, perlu modal dan perlu kepemimpinan yang menjadi dirigen di depan.

Beruntung RNI baru mengisi “bahan bakar” lumayan penuh yang didapat dari penjualan saham Phapros, saya segera “gas pooll” untuk menyelesaikan kewajiban yang terkait dengan PT Rajawali II ini. Satu masalah terkait pendanaan lewat dan bisa diatasi meskipun harus dengan kerja keras  dikawal dengan luar biasa ketat.

Untuk kerja keras kita boleh berpegang pada kata-kata bijak Thomas Alva Edison, penemu yang sangat masyhur di jamannya sampai sekarang yang berujar : “there’s no substitute for hard work”…….. Bekerja keras itu tidak bisa digantikan oleh apapun. Meskipun anda pintar, ber IQ setinggi langit, anda berpengalaman mendalam, mempunyai network yang luas, dsb tapi anda tidak bekerja keras maka hasilnya akan nihil.  Dan saya ingin agar ethos kerja keras ini dianut oleh seluruh pekerja, tidak hanya oleh Direktur, GM, Kacab, Manajer atau Staf saja, tetapi seluruh anggota organisasi. Tetapi tidak cukup dengan pidato dan kata-kata saja. Benar kata pakar manajemen Peter Drucker : “Only three things happen naturally in organisation : friction, confusion and underperformance. Everything else requires LEADERSHIP”.

Apa yang lumrah terjadi dalam organisasi besar adalah gesekan, kebingungan dan kinerja rendah. Jika mau lebih baik dari itu, diperlukan kepemimpinan. Apalagi organisasi sebesar RNI ini yang terdiri dari beribu-ribu pekerja yang berasal dari berbagai pilar bisnis dengan karakter dan budaya kerja yang beragam. Komunikasi dan koordinasi adalah satu-satunya cara yang efektif untuk mengajak para pekerja  berpikir, berbicara dan bertindak berlandaskan satu “bahasa” yang sama. Saya harus sering berkumpul, berbicara dan berdiskusi dengan para pekerja sesering mungkin.

Saya menemukan momen yang tepat  ketika pada tanggal 28-29 Maret 2019 teman-teman yang mewakili 24 Serikat Pekerja dari seluruh anak perusahaan RNI berkumpul dan bermusyawarah  di Yogyakarta untuk mengadakan Munaslub KSP (Konfederasi Serikat Pekerja). Saya ikut nimbrung disitu untuk berdiskusi mengenai arah perkembangan RNI. Di fórum KSP ini, sekali bicara sudah sama dengan keliling seluruh anak perusahaan karena semua terwakili. Saya juga berharap fórum ini dapat menjadi wadah dan mitra untuk dapat  mengkonsolidasikan seluruh pekerja bergerak bersama-sama menuju masa depan yang lebih baik. Terimakasih dan selamat kepada KSP atas Munaslubnya yang telah menghasilkan kepengurusan yang baru!

WhatsApp Image 2019-03-29 at 14.49.40.jpeg

Last but not least, saya berharap KSP juga akan menjadi salah satu tempat untuk meng-“grooming” dan untuk mendidik calon pemimpin yang berwatak singa, sehingga dapat memimpin seperti nasehat Napoleon Bonaparte ini:

“ If you build an army of 100 lions and their leader is a dog, in any fight, the lions will die like a dog.But if you built an army of 100 dogs and their leader is a lion, all dogs will fight like a lion”………Jika kita membangun pasukan dari 100 ekor singa tetapi pemimpinnya seekor anjing maka dalam setiap pertempuran para singa akan mati seperti anjing. Tapi jika kita membangun pasukan dari 100 ekor anjing dengan dipimpin seekor singa, maka semua anjing akan bertempur sebagaimana layaknya singa.

Ayo para ”singa-singa”RNI,  kita “gas pooll” terus, kita bertarung terus, baik yang sedang mengawal transformasi maupun yang sedang fokus pada bisnis utama saat ini, meskipun pemilu sudah lewat…dan tanpa harus menunggu “real count”…

Selamat bekerja. Selamat Hari Pekerja 1 Mei…Dan Selamat Hari Pendidikan 2 Mei.

Semoga dalam bekerja, kita senantiasa mendapat petunjuk dan perlindungan dari Allah SWT  . Amiien…

Wassalamualaikum wr.wb.

Jakarta, 2 Mei 2019.

Didik Prasetyo

Tinggalkan komentar