CEO Notes # 62 – MRB 2019: Langkah Besar Mengawali Mimpi Besar….

Assalamualaikum wr.wb,

MRB atau Mitra Rajawali Banjaran (PT) adalah anak perusahaan PT RNI yang tidak terlalu besar. Tentu saja dibandingkan The Big Five-nya RNI yaitu : PT Rajawali Nusindo, PT Phapros (yang di tahun 2019 sudah tidak lagi di RNI Group), PT Rajawali I, PT Rajawali II (yang harus bertransformasi luar biasa) dan PT Perkebunan Mitra Ogan (yang sekarang dikelola manajemennya oleh “adiknya” PT Laskar). Mau diukur dari apapun juga : aset, omset, jumlah karyawan…Lewat. Laba? Walaupun tidak sangat besar, tapi menorehkan story yang menarik untuk disimak. Untuk dipelajari. Mungkin juga untuk di-duplicate. Dan sangat menginspirasi dan memotivasi.

Pertengahan tahun 2016 ketika saya mulai mengawali mengemban amanah pemegang saham  menjadi pilotnya RNI Group, kondisi MRB cukup memprihatinkan. Omset yang dicapai tahun sebelumnya pada saat itu hanya Rp.13,6 Milyar. Rapotnya juga masih merah.  Produk utamanya yang menjadi andalan adalah kondom dan alat suntik sekali pakai (ASSP). Kapasitas pabrik kondomnya sangat besar, bahkan konon terbesar di Asia Tenggara yaitu 450.000 gross per tahun. Tapi kondisi mesin  sudah mulai “obsolete” termasuk SDM yang merupakan “the man behind the gun” juga sudah mulai  berkurang karena dipindahkan ke anak perusahaan lain. Walhasil tingkat “reject” nya mencapai 25%. Dari kapasitas produksi 120.000 gross (hanya tinggal 1 line), yang gagal mencapai 30.000 gross. Akibatnya nilai penjualan dari kondom waktu itu tidak mencapai Rp. 1 milyar. Sementara ASSP sudah mulai menunjukkan geliat untuk menjadi portfolio bisnis baru yang mejanjikan.

IMG_9887 copy.jpg

Sebenarnya bukan hanya ASSP tetapi berbagai produk lain yang termasuk dalam kategori alkes (alat kesehatan) sudah mulai menggoda untuk minta digarap dengan serius. Pasarnya cukup besar dan marginnya juga “tebal”, begitu istilah kawan-kawan di divisi trading. Bisa sampai 45% nett. Tentu saja ini sangat menggiurkan bagi kawan-kawan yang biasa bekerja dengan margin tipis yang hanya 1 digit.

Kita semua pasti pernah mengalami kalau sudah berhubungan dengan RS pasti akan ketemu dengan peralatan alkes seperti infusion set, IV catether, masker dan bermacam-macam gloves. Ada gloves yang harus steril karena dipakai para dokter dan para tenaga medis di ruang operasi yang ternyata istilah alkesnya adalah “surgical gloves steril” atau sarung tangan yang kadar sterilnya tidak begitu ketat  yang dikenal dengan nama “examination gloves”.

IMG_7883 copy.jpg

Dan saya percaya bahwa margin bisnis alkes ini cukup besar sebab kalau kita rajin mencermati “invoice” yang ditagihkan manakala kita sedang “terpaksa” berurusan dengan RS, minimal diinfus, nominal atas peralatan seperti “infusion set” dan teman-temannya ini cukup aduhaii…

Sejalan dengan meningkatnya permintaan untuk alkes dibarengi dengan sistem pengadaan yang semakin terbuka melalui “e-catalog” maka MRB semakin semangat untuk membesarkan bisnis alkesnya.

Namun mereka juga menyadari bahwa kemampuannya sebagai “manufacturer” pun sudah sangat terbatas dan harus segera diperbaharui.

Dari kontak-kontak yang rajin dilakukan dengan berbagai kalangan dunia alkes, ternyata untuk menjawab tantangan tingginya demand terhadap alkes, khususnya kondom dan alat suntik, ternyata cukup banyak industri alkes yang “siap produksi” mengisi kekosongan pasar ini. Mereka bisa menjual kemana saja dalam bentuk “bulk” untuk kemudian dipasang “brand” sesuai keinginan si pembeli.  Bahasa kerennya, OEM (original equipment manufacturer).

Sambil menunggu keterpulihan kemampuan manufacturing-nya, MRB yang sudah punya nama sebagai produsen kondom dan alat suntik tetap berusaha mempertahankan eksistensinya sebagai penyedia alkes antara lain dengan menggandeng mitra produsen yang handal.

IMG_0026.JPG

Untuk kondom, MRB bermitra dengan perusahaan terkemuka dari Malaysia yaitu PLP (Pleasure Latex Products). Melalui kemitraan ini,  fungsi produksi dilaksanakan oleh mitra, sehingga MRB nantinya disamping memenuhi kebutuhan pasar kondom dalam negeri juga bisa menjadi co-producer bagi PLP baik untuk OEM maupun pasar ekspor. Beberapa kali tim MRB, termasuk Direksi dan Komisaris melakukan kunjungan ke Malaysia sambil meyakinkan mereka sudah berpartner dengan mitra yang tepat dan tentu saja bagi staf produksinya berarti memperluas ilmu perkondomannya.

Memang tidak banyak industri dalam negeri yang bergerak di bidang kondom ini, bahkan untuk e-catalog, MRB adalah pemain tunggal. Bagi para pemerhati kondom yang familiar dengan merk Durex, Pro save dsb, nampaknya perlu tahu bahwa itu semua adalah produk impor. Kalau mau produk lokal pakailah ARTIKA Gerigi atau Dot, atau BKKBN yang beraroma…….

IMG_7825.jpg

Dari angka penjualan setiap tahun kelihatan peningkatannya sangat signifikan dari hanya ratusan juta rupiah, naik menjadi Rp.8 milyar dan tahun 2018 yang lalu ditutup dengan omset Rp. 13 milyar. Fantastis..!

Cerita tentang alkes yang lain, yaitu ASSP dan teman-temannya tidak kalah menarik. Di sektor ini, MRB sudah mengibarkan bendera dengan nama SKIFA yang sudah cukup dikenal di dunia rumah sakit.

Kalau di kondom MRB masih belajar dengan bermitra lebih dulu, untuk alat suntik ini MRB langsung bergandengan dengan “anak”nya – Rajawali Nusindo menanam investasi untuk memproduksi alat suntik. Mengapa saya sebut “anak”, karena pemegang 1 lembar sahamnya Rajawali Nusindo adalah MRB….

Tetapi tahap bermitra dengan partner luar negeri yang handal juga dilakukan, terutama untuk mencapai produk dengan standar WHO agar produknya siap jika masuk ke pasar ekspor.

IMG_9808 copy.jpg

Kalau disimak dari kenaikan penjualannya, ASSP ini juga tidak kalah fantastis dengan kondom. Dari semula di 2015 hanya sekitar Rp. 8 milyar, tahun berikutnya langsung naik menjadi Rp. 19 milyar dan tahun 2018 yang lalu ditutup pada angka Rp. 52 milyar !

Dengan semakin mantapnya proses “manufacturing” maupun metode kemitraan yang selama ini sudah terbukti mampu mendongkrak  omsetnya berlipat-lipat,  maka MRB sudah melirik potensi pasar ekspor ke depan yaitu Autodisable syringe 0,5 ml ke UNICEF, normal syringe ke Zimbabwe dan Afrika serta kondom ke Pakistan.

Info yang bisa diperoleh dari UNICEF memang bisa memicu adrenalin para pengusaha alkes. Bayangkan kebutuhan UNICEF untuk Autodisable Syringe 0,5 ml untuk 2020 dan 2021 adalah 1,2 milyar pieces dan menempati daftar nomer 1 di list-nya UNICEF. MRB tidak sedang bermimpi kalau cita-citanya menjadi pemain utama di bisnis itu…

IMG_9864 copy.jpg

Dan apapun keinginan dan cita-cita kita, mestinya harus menjadi mimpi yang tertanam di bawah sadar sehingga kita selalu berusaha untuk mengarah kesana.  Paulo Coelho, seorang novelis Brazil yang banyak menerima penghargaan klas dunia mempunyai kata-kata bijak untuk itu :

“Remember your dreams and fight for them. You must know what you want from life. There is just one thing that makes your dream become impossible : the fear of failure”

Jadi jika sejak awal anda takut gagal, maka lupakanlah impian anda itu….

Itu pulalah yang menggerakkan CEO MRB yang baru, Pak Agus Suryanto yang menanamkan mimpinya agar MRB menjadi pemain kelas dunia.

Simaklah “vision statement” nya MRB :

Didasari keinginan luhur untuk mewujudkan :

“Menjadi produsen alat kesehatan terkemuka di Indonesia dengan menghasilkan produk yang berkualitas dengan cara yang baik untuk memenuhi kebutuhan pasar Nasional dan Global serta memberikan nilai tambah bagi stake holder”

Untuk mewujudkannya, disamping yang sudah berjalan seperti kondom, alat suntik, berbagai produk habis pakai, dsb. Ke depan MRB juga ingin merambah ke Industri Hyperbaric Oxygen Therapy (HBOT) yang sekarang menjadi trend untuk berbagai pengobatan dan kebugaran yang sangat diminati.

Tetapi untuk menampung kiprahnya itu, rupanya MRB harus membangun kompleks industri alkes yang lebih besar. Gayung bersambut. Lahan MRB yang sekarang kebetulan sedang diincar oleh PT Kimia Farma untuk pengembangan usahanya, di sisi lain PT Rajawali II juga sedang melaju dengan program transformasi bisnisnya dimana salah satu pilarnya adalah optimalisasi aset yang saat ini kurang produktif.

IMG_7985.JPG

Oleh karena itu diantara keduanya segera saya sinergikan. PT Rajawali II mempunyai areal eks Rayon Ketanggungan Barat di Kab.Brebes Jawa Tengah yang sangat luas (lebih dari 10 ha) yang merupakan bekas lokasi pabrik gula di zaman Belanda dan saat ini menjadi kantor perwakilan PG Tersana Baru dengan beberapa rumah dinas di sekelilingnya. Area tersebut berada  relatif dekat dengan jalan tol Cirebon-Semarang dan dekat dengan jalur rel kereta api Jakarta – Surabaya.

Mengawali aksi korporasi yang akan dilakukan, kedua anak perusahaan saya minta membuat kajian awalnya. PT Rajawali II sudah melakukan appraisal terhadap nilai lahan tersesbut. Apabila ternyata kemampuan MRB untuk membayar juga terbatas maka saya akan gandengkan dua anak perusahaan  itu dalam suatu usaha patungan atau joint-venture yang mungkin nanti namanya akan menjadi Mitra Rajawali Ketanggungan Banjaran.

Sekali lagi, semuanya harus dimulai dari mimpi, yang kemudian harus diperjuangkan dan tidak boleh takut gagal.

Dan, semudah apapun cita-cita kita kalau tidak mulai dengan langkah yang sekecil apapun maka dia akan tetap tinggal sebagai mimpi.

Apalagi jika itu sebuah mimpi yang besar, maka kita juga harus memulai dengan langkah yang besar. Setidaknya yang ditandai dengan peningkatan kinerja yang berlipat ganda dari tahun-tahun sebelumnya.

Dan, PT Mitra Rajawali Banjaran sudah membuktikannya.

Semoga untuk mewujudkannya,  kita senantiasa mendapat petunjuk dan perlindungan dari Allah SWT . Amiien…

Wassalamualaikum wr.wb.

Jakarta, 31 Juli 2019.

Didik Prasetyo

Tinggalkan komentar